Selasa, 13 April 2010

REFRESHING KE PERTAPAAN BUNDA PEMERSATU GEDONO - SALATIGA

Puji Tuhan kepada Allah yang maha Agung, atas berkat-Nya, kami Panitia Paskah Gereja Katolik Santo Andreas kesampaian juga pergi ke Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono - Salatiga. Tidak ada tujuan khusus dari acara kami ini, hanya sekedar refreshing dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus yang telah bangkit.

Bunda Pemersatu-Gedono adalah pertapaan pertama rubiah Ordo Cisterciensis Observansi Ketat (OCSO) atau umumnya Trappist di Indonesia, didirikan pada tahun 1987. Pembangunan pertapaan yang dimulai tahun 1985 merupakan salah satu karya alm. Romo YB Mangunwijaya, Pr. Seperti karya Rm. Mangun lainnya, gaya arsitekturnya sangat berkepribadian Indonesia.

Arsitektur monastik Cisterciensis melambangkan keserasian dan keindahan ilahi. Gedung2 dan bangunan2 dalam biara monastik dibangun dengan sederhana dan bersahaja. Sungguh pun demikian, pertapaan ini sangat menarik – bahkan oleh karena kesederhanaanya itu sendiri.

Suasana teduh, hening, dan sunyi di pertapaan ini sungguh menjadi daya tarik utama. Apalagi buat orang kota yang selalu berpacu dengan waktu. Di tempat ini, waktu terasa berhenti. Kesunyian merupakan sarana yang mempermudah setiap orang untuk bertemu dan berdialog dengan Tuhan dan menjadikan Allah sungguh sebagai pusat hidup.

Para rubiah Cisterciensis mengarahkan hidupnya kepada kontemplasi. Mereka membaktikan diri seutuhnya kepada Allah semata-mata dalam kesunyian, keheningan dan doa kontinu, dan dalam pertobatan terus menerus. Untuk itu, mereka tidak melakukan karya kerasulan aktif, betapapun mendesaknya kebutuhan Gereja. Namun demikian, mereka tetap harus bekerja unuk mendapatkan nafkahnya dan untuk mengungkapkan solidaritasnya dengan kaum pekerja kecil. Bagi rubiah Cisterciensis, kerja merupakan kesempatan yang menunjang perkembangan pribadi untuk memberi diri masing2 kepada sesama.

Di biara Bunda Pemersatu Gedono, para rubiah Cisterciensis bekerja membuat hosti, yoghurt, selai dan sirup. Cetakan kartu bergambar dengan teks rohani dan doa, pembuatan rosario, dan ikon juga dikerjakan oleh mereka. Pengelolaan kebun pertapaan yang akhirnya akan menghasilkan buah dan sayur juga merupakan bagian dari kerja tangan mereka untuk menafkahi mereka sendiri.

Melalui Lectio Divina (cara monastik untuk berdoa dengan menggunakan kitab suci) komunitas rubiah Cisterciensis berkumpul untuk merayakan liturgi Ekaristi dan ibadat harian 7X sehari. Acara harian monastik merupakan keseimbangan antara doa pribadi, doa liturgi, lectio divina, dan kerja tangan. Kegiatan setiap hari mulai dengan ibadat malam sebelum matahari terbit (pk. 03.15). Kemudian diteruskan dengan doa hening bersama di gereja, lalu doa dan lectio pribadi. Dilanjutkan dengan ibadat pagi (pk. 05.45) dimana Tuhan dipuji pada permulaan hari baru.
Acara harian ditentukan oleh jam2 ibadat harian sebagai sarana untuk menguduskan diri dan Perayaan Ekaristi (pk. 07.30) sebagai puncaknya dan dilanjutkan dengan ibadat jam ketiga. Kemudian ibadat jam ke-enam (pk. 11.15) tengah hari, dan ibadat jam ke-sembilan (pk. 13.30) sesudah tengah hari. Diantara jam2 tersebut para rubiah Cisterciensis bekerja (pk. 08.15-11.00 dan pk. 13.45-15.45). Ibadat sore (pk. 16.45) dirayakan pada saat senja sebelum makan sore.
Acara harian ditutup bersamaan dengan ibadat penutup (pk. 18.55)yang diakhiri dengan nyanyian ‘Salam, Ya Ratu’ (Salve Regina) menurut tradisi monastik untuk menyerahkan diri ke dalam perlindungan Bunda Maria.

Rombongan berangkat dari Gereja Katolik Santo Andreas Ampel pada pukul 11.45 WIb dan sampai di tempat tujuan pukul 12.15 WIB dan langsung dimulai sarasehan dengan para peserta pada pukul 12.30 WIB dipimpin oleh Bapak Harsono, diikuti 25 orang peserta dan 6 orang anak.
Inti dari sarasehan ini adalah ucapan terima kasih kepada semua orang yang telah terlibat dalam perayaan Minggu Palma dan Tri Hari Suci di Gereja Katolik Santo Andreas Ampel, disamping itu penetapan nama Paduan Suara Gabungan yang beranggotakan semua umat Katolik Ampel tanpa terkecuali menjadi Paduan Suara "ADORAMUS" yang berarti persembahan untuk Tuhan, tanpa mengharapkan imbalan apapun. LAtihan koor ditetapkan setiap hari Sabtu pukul 15.00 WIB diperuntukkan untuk OMK dan Minggu pukul 15.00 WIB untuk Gabungan yang akan dilanjutkan dengan Adorasi di Gereja. Pukul 13.00 sarasehan selesai dilanjutkan dengan makan bersama sampai dengan pukul 13.45 WIB.

Pukul 14.00 WIB, rombongan mengikuti Ibadat Siang sampai dengan Pukul 14.15 WIB.

Pada pukul 14.55 WIB, rombongan kami mendapatkan Peneguhan Iman oleh Suster FX. Sri Rahayu, yang berisi antara lain :
Peneguhan Iman kita adalah saat Paskah, karena Yesus telah bangkit, mengalahkan maut. Sikap kita seharusnya adalah yakin bahwa Tuhan itu hidup, oleh karena itu hilangkan rasa ketakutan kita terhadap hidup, hilangkan kecemasan, karena Dia selalu menyertai kita.
Bila kita menderita, itu adalah karena dosa-dosa kita sendiri, tidak membawa dosa orang lain, itu adalah saat kita mengambil salib kita sendiri yang akan dipersatukan dengan salib Yesus yang telah Ia panggul demi dosa-dosa kita.

Ada firman yang mengatakan bahwa kita hidup di tengah-tengah Serigala. Serigala tidak hanya pada orang lain, tetapi juga pada diri kita sendiri. Bila kita takut kepada serigala (orang lain), maka ketakutan kita itu menjadi alasan orang lain untuk selalu was-was terhadap kita, oleh karena itu bergabunglah dengan serigala atau orang lain, jangan biarkan diri kita atau orang lain takut, karena Orang yang menakutkan adalah orang yang ketakutan, sebagai contoh, orang yang menjadi galak terhadap orang lain dalam pelayanan, karena dia sendiripun takut kalau seandainya tidak mendapat tempat dalam pelayanan ataupun tidak diperhatikan orang lain.

Bila kita berkontak atau berhubungan dengan orang lain, gunakan lubuk hati, dan pasti hasilnya baik, karena Tuhan ada dalam Lubuk Hati terdalam. Kontak dengan hati bisa dicapai bila kita bisa mengalahkan Kecurigaan, Kecemasan dan Ketakutan.

Bila ada serigala diantara kita, cobalah untuk bersahabat dengannya. Bila kita merasa sakit bila kita disakiti orang lain, maka itu menandakan bahwa ego kita besar. Hilangkan rasa dendam dalam hati agar kita bisa hidup dalam kebenaran. Kita harus mencontoh Bunda Maria yang mengatakan "YA" tidak pernah maju mundur dan berhati seluas samudra (tak terbatas). Buatlah hati kita menjadi peka untuk senantiasa bersyukur setiap saat atas kebaikan Tuhan yang telah kita terima. Kita juga harus senantiasa ingat bahwa Penderitaan adalah Guru Terbaik untuk Hidup.

Pada pukul 16.45 WIB, rombongan mengikuti Ibadat Sore yang begitu menenangkan hati. Setidaknya kami bisa merasakan kehadiran Tuhan di tengah-tengah kami. Selesai Ibadat Sore, kami pulang.

Demikianlah sekilas perjalanan kami ke Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono. Marilah kita tingkatkan semangat pengabdian kita dengan hati tulus, tanpa pamrih apapun.

Salam dan doa kami selalu. Berkah Dalem.

2 komentar:

  1. wah.. pengen kesana lagi... sungguh berbeda dan tenang kondisinya...

    BalasHapus
  2. yo... karena kebetulan kamu sebagai ketua OMK, sekali-kali OMK diajak kesana.

    BalasHapus

bila anda memang peduli dan berkenan memberi masukan, pesan, kesan, serta kritik, silahkan tulis komentar anda...